Mon. Dec 2nd, 2024

Para Peziarah Harapan dalam Perjalanan Menuju Perdamaian adalah tema sidang pleno KOPTARI yang dilaksanakan di Bali pada tanggal 24 – 27 September 2024.

Dalam homilinya dan arahannya Mgr. Benediktus MSC, penghubung KOPTARI dan KWI menyampaikan beberapa pesan ; Terlepas dari kekhasan dan kharsima dari setiap tarekat, – yang selalu disyukuri karena memperkaya Gereja dengan pelbagai ungkapan spiritualitas, karya dan pelayanan, – kita perlu menyadari diri dan panggilan kita untuk selalu berada di dalam Kristus dan GerejaNya.. Dialah sumber kekayaan Rohani, Dialah sumber perutusan dan Dia jugalah tujuan karya dan pelayanan kita. IMAN akan Kristus ini harus terus menjadi landasan utama eksistensi kita. Tanpa IMAN ini, karya dan pelayanan kita hanya menjadi karya social belaka. Perjalanan Sejarah misi tarekat-tarekat yang berkarya di Indonesia telah membuktikan bahwa “caritas Christi urget nos” … keinginan yang membara untuk bermisi dan berkarya di Nusantara yang tercinta ini, telah didorong oleh semangat kasih akan Kristus dan ketaatan pada perintahNya untuk “pergi ke seluruh dunia dan mewartakan injil kepada segala makhluk (Mrk 16:15).” Ia sendiri menguatkan kita dengan sabda dan sakramen-sakramen, agar perutusan kita menjadi perutusan keselamatan.

Tak jauh berbeda dari IMAN kepada Kristus, itulah kecintaan dan ketaatan pada GerejaNya. Panggilan dan pelayanan kita dalam pelbagai charisma dan karya, selalu berjalan di dalam panggilan dan perutusan Gereja. Kita menemukan buktinya dalam refleksi perjalanan Sejarah 100 tahun terbentuk Konferensi Wali-Gereja Indonesia; di sana karya-karya perutusan Gereja terselenggara dalam kebersamaan dengan tarekat dan ordo yang bermacam-ragam, namun satu di dalam gerakan misioner. Dengan terbentuknya hierarki Gereja di Indonesia, maka kita juga menikmati buah-buahnya dalam bentuk kesuburan panggilan dan juga sukacita yang muncul karena karya dan pelayanan. Gereja menjadi bunda kita, tempat berseminya rahmat panggilan dan charisma-kharisma pelayanan. Di sisi lain, kita jugalah gereja itu, Persekutuan umat Allah yang kudus, yang hendak mewujudkan Kerajaan Allah dari dunia ini, hingga kepenuhannya kelak. Maka kesadaran penuh sebagai bagian dari Gereja Kristus harus terus menjadi warna dasar karya dan pelayanan kita.

Persaudaraan di dalam keberagaman. Kharisma dan kekhasan kita selalu juga membawa corak eksterior. Maka perjumpaan-perjumpaan dengan saudara-i yang berbeda menjadi sesuatu yang lumrah. Karena itu keterbukaan diri untuk bersaudara di dalam keberagaman menjadi suatu habitus yang mutlak. Keberagaman tidak harus menjadi sumber perpecahan, melainkan menjadi sebuah kesempatan untuk menampilkan jati diri dan juga peluang untuk diperkaya di dalam persaudaraan. Paus Fransiskus dalam kunjungannya baru2 ini, menegaskan: “… saya mengundang kamu untuk bersikap terbuka dan berteman dengan semua orang..” Mewartakan injil berarti menjadikan sikap Yesus yang “mempersatukan yang tercerai-berai” sebagai sikap kita juga. Persaudaraan dalam keberagaman ini tentu, perlu di mulai dari komunitas kita masing-masing, komunitas KOPTARI yang beragam dan tentu saja di dalam komunitas berbangsa yang sangat bhineka ini.

Point-point ini kiranya membangun HARAPAN bagi para peziarah untuk terus-menerus memajukan perdamaian. Untuk merumuskan kembali misi bersama bahwa gerakan ini dimulai dari diri sendiri, komunitas/Tarekat/Ordo masing-masing dan KOPTARI, yang berjalan bersama membangun Gereja dan Bangsa.

By vianmtb