Wed. Mar 19th, 2025

Akankah diri ini sanggup menjahit kembali hati yang sobek karena hilangnya perhatian dan kasih sayang darimu wahai kekasihku? Ketika niat ini memutusan untuk memilih panggilan hidup sebagai seorang Bruder di Kongregasi Maria Tak bernoda (MTB) pada tahun 2018 yang lalu. Bagi saya rasanya seperti mimpi. Semuanya itu bermula dari rasa penasaran dan ketertarikan pada cara hidup yang sederhana. Akan tetapi kelihatannya selalu bahagia. Pengalaman itu saya rasakan ketika mengikuti kegiatan rekoleksi bersama teman-teman OMK yang dipandu oleh Bruder Martin Dias, MTB. Dari Br. Martin inilah rasa penasaran dan cinta akan panggilan menjadi seorang religius itu semakin kuat. Maka dari niat yang suci itu saya memberanikan diri masuk dan bergabung bersama para Bruder MTB yang lain.
Tanpa berpikir panjang, saya meninggalkan semuanya, Saya harus meninggalkan ayah, ibundah tercinta, abang serta adik yang jadi teman berantem tiap hari. Bahkan teman-teman, para sahabat yang sulit kulukiskan dalam balutan secarik kertas ini. Eitss lupa.. tak lupa juga kekasihku yang telah lama bersama menjalin tali percintaan ini dan pada akhirnyapun terpaksa saya harus melepaskannya demi panggilan suci ini. Atas nama cinta pada panggilan menjadi bruder MTB perlahan-lahan melupakan setiap proses dan peristiwa yang telah berlalu. Hal yang sama dirasakan juga oleh saudara-saudara se-angkatanku yang bersama-sama berjuang untuk mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi seorang bruder MTB. Akankah diri ini sanggup menenun dan membredel kembali benang-benang masa lalu. Dan apakah bisa mengganti dengan lilitan benang baru yang menggelora dalam mengejar cinta-Nya?
Bagi saya, menjadi seorang religius tak segampang dan semudah yang saya bayangkan. Saya harus menyampingkan Hasrat pribadiku demi menyelamatkan niat suci ini dalam ikatan persaudaraan MTB. Kadang-kadang gelora jiwa ini beronta. “hemmm imajinasi saya masuk menjadi sorang bruder bararti saya hidup bersama para malaikat.Tetapi rupa-rupanya, saya lupa bahwa para bruder juga seorang manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa. Manusia yang rapuh dan pertobatan terus menerus dengan symbol jubah yang berwarna abu. Terkadang saya ingin lari dari semuanya itu.. Rasanya tak sanggup dan tak pantas berada di sini. Kerena selalu terbayang akan kedosaan masa lalu dalam bersamamu wahai cintaku dan sayangku..
Hal yang sama juga dialami oleh St.Fransiskus dari Asisi. Seorang bangsawan yang kaya raya dan sering berpesta pora bersama teman-temannya. Namun demi mengikuti suara Tuhan dia berani melepaskan semuanya. Terbukti ketika Fransiskus melawan keinginan ayahnya yang ingin menjadikannya seorang kesatria. Dia melepaskan pakaiannya di depan seorang uskup dan di hadapan khalayak ramai. Sambil berkata “sekarang bapaku bukan lagi Pietro bernadone melainkan Bapaku ialah yang di Surga.
Setiap pilihan yang kita ambil pasti mempunyai konsekuensinya Bro. Terinspirasi dari pengalaman St. Fransiskus Asisi, saya dikuatkan kembali bahwa di manapun saya berada pasti saya mendapatkan kesulitan. Maka dari itu sikap penyerahan dan berpasrah diri secara total kapada Allah merupakan suatu sikap yg sangat tepat saat di mana kita mengalami suatu dinamika hidup yang sulit seperti yang saya alami atau bayangkang sebelum bergabung dalam istana jomblo suci ini. (Sdr. Fransiskus-Novis 1)

<i