Berbagi kemiskinan Yesus seturut Karisma pendiri
Mengikuti Kristus berarti mau tinggal Bersama Yesus, tinggal bersama Yesus berarti mau berbagi kemiskinan bersama Yesus. Mgr. J.v. Hooydonk dengan simpliciter at confidenter, mau berbagi kemiskinan (Simpliciter) dan setia padanya (Confidenter). Fransiskus Assisi: Sine propria mau meninggalkan segalanya; untuk menjadi miskin. Ada untuk orang miskin (PL) # menjadi miskin (PB). Dalam Matius 16:19 betapa sulitnya seorang pemuda kaya untuk melepaskan kekayaannya hanya sekedar untuk berbagi kemiskinan bersama Yesus.
St. Basilius dan Agustinus: kemiskinan dalam hidup monastik; menuju ke tempat yang sunyi dan sepi untuk. Ia meninggalkan hidup retorika dan melakukan perjalanan ke mesir, siria dan palestina untuk bertapa.
Abad Pertengahan (Fransiskus Assisi): kembali ke hidup para rasul, kemiskinan dalam kesatuan dengan seluruh gereja. Abad ke-19: ditandai dengan kemiskinan ‘voluntaria’ (sukarela) dan karya-karya sosial munculnya kongregasi tarekat dengan karya sosial ataupun pendidikan untuk mereka yang terpinggirkan. KV II (LG 8): mengikuti sang guru kemiskinan yaitu Kristus sendiri. St. Thomas: ‘kemiskinan material untuk memberikan kita kekayaan spiritual’
Kemiskinan: aspek konkrit dan eksistensial
Santa Angela dari Foligno: “Kemiskinan mempunyai tiga ungkapan. Tingkat pertama dia yang ingin membuatnya hidup miskin dari semua hal sementara di dunia ini… kedua adalah dia yang ingin menjadi miskin dari keluarga dan sahabat… dan ketiga adalah dia yang ingin meninggalkan dirinya sendiri, ingin membuat dirinya miskin karena kekuatan ilahi sendiri, karena kebijaksanaannya dan karena kemuliaannya. Pertama: barang duniawi, kedua: prestise, gengsi, ketiga: eksistensial
Mengapa Yesus mau menjadi miskin?
Santo Paulus menyebut, “Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” (1 Kor 1:21).
Artinya, dunia tidak mengakui dan menghormati Allah ketika Ia menyatakan diri dalam kemegahan, kekuatan, kebijaksanaan dan kekayanaan melalui ciptaannya, maka Ia memutuskan untuk menyelamatkan manusia dengan cara yang berlawanan, dengan kemiskinan, kelemahan, perendahan dan kebodohan. Ia memutuskan untuk menyatakan diri “secara berlawanan” untuk menghadapi kesombongan dan kebijaksaan manusia.
Fransiskus Assisi: Allah yang miskin dan merendahkan diri inilah yang dipahami dan diikuti Fransiskus. Ia menyadari kemiskinan Allah ini sejak peristiwa Inkarnasi hingga Salib-Nya. Bahkan secara nyata dan jelas ditangkap oleh Fransiskus dalam Ekaristi.
3 tiang perendahan diri Allah: Inkarnasi, Salib dan Ekaristi
Pertobatan Fransiskus justru dimulai dengan perjumpaan dengan Yesus yang tersalib yang ditemui dan berbicara dengannya di San Damiano. Perjumpaan dengan orang kusta semakin memperjelas pengalaman FR akan Allah yang miskin. Dalam diri orang kusta semakin jelas Fransiskus melihat Allah yang miskin dan merendahkan diri. LM 6,11: …Fransiskus mencium tangan dan mulut mereka..
Bonaventura: simbol ‘ciuman’ = kemanisan dari Allah yang tersembunyi dalam daging si kusta yang pahit itu. Fransiskus menjadi terbuka pada ‘the otherness of the leper’ sebagai pengalaman transendensi-diri, yaitu sebagai pengalaman akan Allah. Orang kusta menjadi sumber cinta Allah yang merangkul semua orang yang terhubung dengan hidup Fransiskus. Perjumpaan dengan orang kusta ini memberi arti baru bagi Fransiskus bagaimana memberi diri kepada orang lain, bagaimana menjadi ‘saudara dina’.
Dalam AngTBul Fransiskus berbicara tentang Allah sebagai ‘fullnes of good, all good, every good, the true and supreme good’. Dengan kata lain, bagi FR ‘Allah adalah kasih’ atau ‘Allah adalah misteri cinta kasih’ yang tergambar dalam misteri Trinitas: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Karena begitu besar kasih-Nya dengan menganugerahkan anak-Nya (Yoh 3,16), mengosongkan diri-Nya (Fil 2,5)
Yesus menjadi manjadi manusia (inkarnasi) bukan karena dosa manusia tetapi karena kasih Allah..
Fransiskus: hidup bersaudara adalah hidup seturut Injil. Semua manusia adalah saudara yang mempunyai satu Guru yaitu Kristus. Pandangan Fransiskus bahwa semua manusia adalah saudara dipengaruhi oleh pengalaman perjumpaannya dengan Kristus yang miskin dan tersalib, yang mewahyukan diri kepadanya. Bertolak dari Kristus yang miskin maka FR memandang semua makhluk sebagai saudara. Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi ( Yoh 15,12).
Syarat mutlak yang harus dimiliki adalah semangat berbagi dan saling mengasihi. ”Yang satu hendaknya dengan leluasa menyatakan kebutuhannya kepada yang lain, agar yang lain itu mencari dan memberikan apa yang diperlukannya. Setiap orang, sesuai dengan rahmat yang kiranya dilimpahkan Allah kepadanya, harus mengasihi dan mengasuh saudaranya, seperti seorang ibu mengasihi dan mengasuh anaknya sendiri” (AngTBul IX:10-11).
(Sumber Bahan Retret Bruder MTB Juni – Juli 2024 bersama Pastor Gregorius Pontus OFM)
(Sumber gambar sketsa : Philipus)