Wed. Oct 9th, 2024

Sdr. Agustinus
”Tuhanlah Gembala-ku, aku takkan kekurangan ..,sekalipun aku berjalan dalam lembah yang kelam aku tak takut bahaya sebab Ia beserta-ku.(MZM 23)”
Perjalanan dan pencarian hari ini awalnya saya bingung mau kemana? Sebab saya tidak tau dan mengenali daerah ini. Namun karena keyakinan akan keikutsertaan dimana Dia menuntun dan membimbing saya dalam setiap langkah kakiku maka sayapun tidak ragu, takut dan kuatir dalam perjalanan dan pencarian ini. Meskipun situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan saat ini yaitu dengan merebaknya virus yang mematikan ini yaitu Covid-19, kami tetap melakukan praktik teologi kerja.
Putus Asa
Namun kebingungan itu masih menghantui diri saya. Dalam perjalanan dan pencarian itu, aku sudah lelah. Karena sudah berjam-jam saya berkeliling tidak ada satupun lowongan pekerjaan yang saya dapati. Berkali-kali saya menawarkan tenaga saya. namun yang ada adalah penolakan. Saya merasa putus asa. Rasanya ingin kembai saja ke rumah. Di tambah lagi dengan kakiku pun sudah mulai terasa perih dan haus campur lapar. Sayapun memutuskan untuk berhenti sejenak untuk memulihkan tenaga.
Saya duduk di pinggir jalan Ngeki Sondo. Setelah beberapa saat beristirahat saya mendengar bunyi mesin yang tidak asing bagi saya. Saya mengenal betul bunyi mesin itu. Ya mesin sekap. Saya yakin dan memiliki harapan untuk dapat kerja. Saya mengikuti bunyi dari suara itu yang semakin menggema di telingaku saya semakin mendekat. Saya pun semakin bersemangat. Senyum lebar penuh sukacita berseri- seri diwajah-ku. Itulah yang saya rasakan saat saya mendapati mebel kayu itu.
Keraguan Muncul
Sebelum saya memasuki mebel kayu itu, saya masih merasa ada keraguan di dalam diriku. Keraguan inilah yang memantik saya untuk mondar –mandir dengan memastikan situasi dan kondisinya. Setelah saya merasa yakin dan tidak ada lagi keraguan di dalam diri saya, saya menandai diri saya dengan tanda kemenangan Kristus. Dengan keyakinan akan diterima untuk belajar dan bekerja di situ. Usai melakukan itu saya mulai memijakan kaki di ambang pintu mebel. Saya menjumpai seorang bapak yang sedang bekerja memperbaiki konsen pintu. setelah menemui bapak itu saya langsung memperkenalkan diri dan maksud dari kedatangan saya.
Setelah beberapa menit bapak itu terdiam. Dalam benakku mungkin bapak ini ragu atau apalah. Saya melanjutkan argumentasi saya untuk meyakinkan dia “ Pak maaf saya hanya ingin mencari pengalaman bekerja tidak ada maksud lain selain itu”. Namun dewi fortuna belum berpihak pada ku”. Mohon maaf mas bukannya ga mau namun bosnya baru saja keluar mengantar pesanan, kalau mau besok saja baru datang “ saya yakin ini adalah penolakan secara halus oleh bapak itu. Karena itulah prinsip orang Jawa beda dengan orang dari Timur kalau tidak mau atau tidak suka ya langsung ngomong. Oleh karena itu saya meninggalkan bapak itu sambil mohon maaf telah mengganggu dia dalam bekerja.
Saya pun jadi teringat akan satu perikop Injil yang terlintas saat itu, “Jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu” (bdk. Mrk.6:11-12). Inilah penolakan pertama yang saya alami di dalam usaha-ku namun disitu juga saya merasa bersyukur akan usaha-ku,saya tetap mengusahakan kegembiraan di dalam hati-ku.
Teringat Doa Serafik
Di bawah teriknya panas saya melanjutkan perjalanan pencarian kerjaku. Peristiwa ini merupakan suatu perjuangan menyusuri jalan yang saya sendiri saya tidak tau ujungnya. Pengalaman ini merupakan pencarian ke dua sesudah mendapatkan penolakan. Saya pun kaget saat tiba di jalan yang biasanya saya lewati saat pergi ke Gereja. Saya teringat akan pengalaman perjalanan waktu melakukan meditasi serafik. Di ujung jalan sana ada tempat pembuatan Paving blok. Saya menyelusuri jalan itu dan berharap akan mendapatkan pekerjaan. Saya tiba di depan papan nama dari usaha itu “UD Jaya Karya”.
Saya sekali lagi memberanikan diri untuk menawarkan diri bekerja tanpa upah. Seperti biasa saya mengawalinya dengan doa. Saya menjumpai pemilik UD Jaya Raya tersebut sambil memperkenalkan diri dan maksud dan tujuan kedatangan saya ditempat ini. setelah saya selesai, bapak pemilik itu memperkenalkan diri dan usahanya. Saya diajak berkeliling ke tempat dipasarkannya hasil usahanya. Usai berkeliling kamipun kembali ketempat produksi. Di sana saya diterangkan proses pembuatan paving blok, batako dan bis beton. Setelah itu saya diajak untuk mencoba membuat bis beton.
Waktu saya di Merauke memang saya sering melihat di pinggir jalan ke Kuda Mati itu ada tempat pembuatan bis beton ini. Namun saya tidak tau kalau itu adalah bis beton. Dengan mencoa membuatnya ini, merupakan pengalaman pertama akan apa yang pernah saya lihat. Tetapi kini saya mencobanya sendiri. Bapak Wagio yang dipercayakan Bapak Samsudin pemilik UD Jaya Raya, untuk mengajari saya membuat bis beton. Kebetulan karyawan yang ada saat itu adalah Pak Wagio.
Bapak Wagio sendiri telah bekerja di UD Jaya Raya ini kurang lebih dua tahun dengan upah tiga ratus ribu rupiah (Rp 300,000,-) Perbulan. Pak Wagio tinggal di atas pantai Parang Tritis Gunung Kidul. Ia sendiri memiliki tiga orang putri. Selain itu ia harus menghidupi mamaya yang saat ini tinggal bersama keluarganya. Saat itu ada perasaan iba di dalam hati kecilku saat mendengarkan Pak Wagio.
Di UD Jaya Raya ini Pak Wagio sehari dapat menghasilkan sebelas bis beton, seratus buah paving blok dan limapuluh batako. Itu pada musim kemarau sebaliknya produktivitas saat musim hujan mengalami penurunan. Yang membuat saya tersentuh saat Bapak Wagio berkata “ meskipun saya di gaji tigaratus ribu (Rp 300,00,-) perbulan saya tidak merasa kecewa yang penting pekerjaannya halal dan saya bersyukur dapat bekerja”. Dari pengalaman pertama ini saya belajar menerima apa adanya suatu pekerjaan tanpa memperhitungkan imbalan yang harus saya terima. Tetap tekun, punya semangat juang dan selalu bersyukur.
Dalam perjalanan saya berehenti sejenak di salah satu pos ronda dan merenung sebentar akan pengalaman bersama Bapak Wagio. Saya membuka catatan dan membaca sekilas makna dan tujuan bekerja. “Kerja adalah bagian yang utuh dari kehidupan atau merupakan intisari kehidupan. Manusia diciptakan dan di tempatkan Allah di dunia ini pertama-tama adalah untuk menjalankan karya penyelamatan Allah.
Manusia dijadikan sebagai kawan sekerjaNya atau mitra kerja Allah. Karya penyelamatan Allah dijalankan manusia di dunia dalam segala hal yang berkenan kepada-Nya, termasuk bekerja. Karena Allah sendiri bekerja, maka manusia bekerja menjalankan karya penyelamatan Allah. Kerja itu merupakan ungkapan hakekat Allah, demikian pula kerja itu termasuk hakekat manusia”.
Saya pun melalunjutkan perjalanan dalam usaha mencari pekerjaan , saya tidak tau lagi mau kemana setelah ini. Saya berjalan dan terus berjalan tau-taunya sudah jam satu siang. Saya memutuskan untuk beristirahat di salah satu pos ronda sambil menikmati roti pemberian Bapak Samsudin dan air minum-ku. Setelah itu saya tidur siang di pos ronda sebentar dan saya melanjutkan perjalanan lagi menyusuri sawah – sawah yang hijau yang menyadarkan saya untuk memuji dan memuliakan sang pencipta yang memberikan kehidupan bagi semua ciptaannya.
Menanam Padi
Dalam perjalanan kali ini saya menjumpai seorang bapak yang sendirian menanam padi di sawahnya. Bapak! Seru saya, seolah-olah sudah saling kenal, bolehkah saya membantu menanam? Oh.., boleh sambil tersenyum seru bapak itu dari kejauhan dengan penuh kegembiraan. Sayapun berlari kecil menghampiri bapak itu. Tanpa basah-basih bapak itu mengajari saya cara memegang dan mangambil bibit padi untuk di tanam. Setelah lama berendam di dalam lumpur di sawah sayapun diajak oleh bapak itu beristirahat saya di suguhi sebotol cocacola dan rokok gudang merah.
Sambil minum cocacola dan merokok kami saling memperkenalkan diri. Kami sambil minum saling bercerita tentang kehidupan para petani padi. Bapak ini namanya Bapak Riyadi. Tanah yang di garap bapak Riyadi ini merupakan tanah garapan orang tuanya dengan berbagi hasil bersama pemilik sawah sepertiga untuk pemilik sawah dan sisanya untuk bapaknya. Dan itupun harus dibagi dua dengan Bapak Riyadi sebagai pengelola.
Bapak Riyadi sendiri memiliki lahan di seberang jalan yang tidak jauh dari sawah garapan orang tuanya. Pak Riyadi sebelum menjadi petani pernah bekerja sebagai nelayan dan buruh pabrik semen. Yang membuat saya tercegang, Pak Riyadi dapat berbahasa Korea, wow kerenkan padahal pendidikan akhirnya hanya SD ( sekolah dasar ) itupun tidak sampai tamat tapi berbahasa asing. Saya sendiri menjadi malu dan merasa minder dengan Pak Riyadi karena kefasihannya dalam berbahasa korea. Bahasa korea dipelajarinya saat dia menjadi nelayan di Kokorea selatan. Yang membuat dia dapat berbahasa asing tersebut dikarenakan beliau harus berinteraksi dengan para nelayan dan konsumen asal korea.
Insipirasi Perjumpaan
Dari percakapan kami, kelihatan sekali bapak Riyadi memiliki segudang pengalaman hidup yang menarik, seperti pengalaman selama menjadi nelayan di negara orang dan lain sebagainya. Sayapun belajar dari pak Riyadi, meskipun sudah berkepala empat, Pak Riyadi masih berbakti kepada orang tuanya. Selain itu memiliki sikap yang terbuka bagi orang asing. Orangnya ramah dan tidak membeda-bedakan orang dari suku maupun budaya. Itu semua terlihat dari awal saya menawarkan diri dan bercakap dengan beliau. Dan hal itu membuat saya merasa malu dengan diriku sendiri.
Di dalam bekerja, bapak inipun membaca situasi dan kondisi. Saat melihat sebelah selatan dan timur sudah mulai gelap atau mendung, pak Riyadi menyarankan saya untuk beristirahat sambil menawarkan rokok gudang merah kepada saya dan kembali ke rumah agar tidak kehujanan. Sayapun manut saja. Selain itu Pak Riyadi menunjuk rute perjalanan pulang yang harus saya tempuh. Dalam perjalanan pulang inilah momentum yang mungikin takan saya lupakan sebagimana yang saya alami selama perjalanan pulang. Ada sukacita dan rasa syukur yang tak terhingga saat itu, sehingga laki-laki yang berbadan tambun ini dapat menjatuhkan air mata.
Pengalaman saya dihari ke dua dan ketiga tidak begitu sulit seperti hari pertama yang saya alami. Di hari pertama ada rasa frustasi dan putus asa. Namun di hari kedua dan ketiga itu saya mengalami kemudahan dalam mencari pengalaman pekerjaan. Di mana ketika saya keluar dari rumah saya menjumpai begitu banyak pekerjaan. Namun saya membiarkan diri ini utuk berjalan kemana diri ini akan tertambat disutulah saya akan memulai dan mengakhirinya.
Sebagai Kuli Bangunan
Pada hari yang kedu, saya bekerja sebagai kuli bangunan. Hari ketiga, saya bekerja di sebuah kedai di jalan Gondokusuman depan kapolsek baru. Di kedai ini saya membantu ngecat. Saya memang kelihatan memiliki bakat dalam bertukang namun saya belum memiliki pengalaman lepas bebas seperti hari ini dimana saya bekerja sebagai kuli bangunan. Apalagi pada hari ini saya bekerja dengan orang-orang Jawa yang telaten dan teliti dalam bekerja, Jalan Sorowajan yang tidak jauh dari Jogja Expo Center disingkat JEC.
Di dalam bekerja sebagai kuli bagunan saya melihat ada suatu nilai dari para pekerja yang lain, di mana awalnya saya bingung mana ya kepala tukangnya? Soalnya semuanya saling melayani. Dari situ saya belajar. “ Di dalam bekerja tidak ada yang harus dihormati semua sama-sama pekerja “. Selain satu hal itu saya juga melihat kembali diri saya, “ Apakah saya memang dapat dan bisa bertukang? Namun dari pengalaman itu saya harus bisa berbesar hati dan rendah hati seperti Bunda Maria”. Inilah juga mungkin menjadi motivasi sekaligus kelemahan dari diriku.
Catatan Akhir
Dari pengalaman-pengalaman itu saya melihat kembali tealitas dari pelajaran teologi kerja ini. Bukan untuk membedakan dan mengoreksi baik buruknya. Namun ini adalah pengalaman di mana kami merasa kaget. Saya sendiripun heran dengan apa yang kami alami di dalam ruang formasi sendiri. Kami tidak diajarkan bagaimana melamar pekerjaan dan bagaimana kami harus bekerja. Ditambah lagi dengan setiap pekerjaan itu kami harus menghadirkan dan melihat Dia ada saat kami bekerja.
Untuk mengimplemetasinya jauh dari yang diajarakan. Sehingga pada saat ke lapangan jauh dari yang diharapkan. Dan saya rasa tidak ada buahnya. Apakah ini salah kami? Kita tidak bisa menyalakan siapa-siapa. Tetapi mari kita berbenah demi lahirnya dari rahim MTB ini yaitu Novisiat generasi muda Bruder MTB yang berkualitas dalam kerja nyata, mewujudkan visi dan misi Bruder-Bruder MTB di masa kini. Di sini dan yang akan datang. Pace e Bene. ***