Sdr. Octa
…., Ibu saya pernah berkata, jika saya membuang nasi maka nasi tersebut akan menangis. Itulah kalimat yang disampaikan oleh Ibu saya ketika saya masih kecil. Tentu dengan alasan agar saya tidak membuang nasi. Ketika masih kecil saya merasa bingung dengan omongan tersebut. Apakah nasi akan menangis jika saya buang? Seiring berjalannya waktu saya sudah tidak memikirkan perkataan tersebut. Namun perkataan tersebut tiba-tiba muncul begitu saja saat saya menanam padi.
Menanam Padi
Menanam padi merupakan kegiatan yang tidak pernah saya lakukan. Bahkan saya tidak pernah memimpikan bahwa saya akan melakukan kegiatan tersebut. Semua ini berawal ketika saya bersama dengan saudara novis dua yang lain melakukan praktek teologi kerja. Praktek teologi kerja tersebut dilaksanakan selama tiga hari. Kami disuruh untuk terjun secara langsung ke masyarakat dan mencari pekerjaan untuk mendapatkan makan siang atau uang. Kami disuruh untuk berjalan kaki dan hanya membawa bekal air minum.
Pada saat akan melakukan praktek teologi kerja, saya merasa khawatir, tertantang dan cemas. Saya merasa ragu dengan diri saya, apakah saya mampu menjalaninya? Apakah saya akan mendapatkan kerja? Apakah saya akan mendapat makanan atau uang? Apakah ada orang yang ingin menerima saya untuk bekerja di tempatnya? Segelintir pertanyaan tersebut terus bermunculan di pikiran saya. Namun pertanyaan tersebut tidak menghentikan saya. Saya hanya bisa pasrah dan berdoa serta berusaha agar Tuhan selalu menyertai setiap langkah saya.
Saat kaki saya mulai melangkah keluar dari pintu gerbang komunitas novisiat, saya merasa bingung harus memulai darimana. Saya merasa kebingungan. Dari manakah harus saya mulai? Namun saya berusaha untuk percaya kepada keberuntungan. Saya percaya jika saya terus mencari dan tidak menyerah maka saya akan mendapat pekerjaan. Kaki saya terus melangkah tak tentu arah.
Mengandalkan Sebotol Air
Matahari masih bersinar dengan teriknya. Membuat tubuh saya semakin panas sehingga saya merasa dahaga. Yang bisa saya andalkan adalah sebotol air yang saya bawa dari komunitas. Namun saya merasa khawatir, apakah air satu botol tersebut cukup untuk saya? Apakah saya dapat bertahan selama seharian? Jika saya tidak dapat menahan rasa haus yang menguasai saya maka air tersebut dapat segera saya habiskan. Resikonya adalah saya harus menahan rasa haus seharian di tengah cuaca terik ini.
Namun tidak ada pilihan lain selain menjalaninya. Sayapun mulai berjalan menuju ke arah Jogya Expo Center (JEC) dan saya masih terus berjalan. Saya memiliki prinsip dalam mencari pekerjaan yaitu jika saya bekerja maka pekerjaan tersebut harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik saya. Sebenarnya saya tidak terlalu memilih pekerjaan, namun jika saya bekerja maka artinya saya membantu pekerjaan tersebut bukannya malah menyusahkan orang lain.
Target Angkringan
Oleh sebab itu tempat yang menjadi target saya untuk melamar pekerjaan adalah angkringan maupun warung makan. Saya berpikir jika di angkringan maupun di warung makan saya dapat membantu dalam mencuci piring. Saya terus mencari tempat yang tepat untuk melamar pekerjaan. Namun semuanya tidak berjalan mulus seperti yang saya harapkan. Jawaban yang saya dapatkan justru mengecewakan saya. Tetapi saya tidak menyerah. Saya justru semakin tertantang dengan praktek teologi kerja ini.
Ada sebuah kisah yang menarik bahkan aneh bagi saya. Dalam mencari pekerjaan, saya mencoba melamar ke sebuah warung makan yang baru akan di buka. Saat saya melamar pekerjaan di situ, pemilik warung makan tersebut melirik saya dari atas sampai bawah. Sambil melirik ia mengatakan kata ‘tidak’ atas jawaban yang saya tunggu. Saat itupun saya langsung keluar dan sambil berpikir, apakah pakaian saya terlalu keren untuk melamar pekerjaan di situ? Saya merasa bahwa pakaian saya biasa-biasa saja. Pengalaman tersebut menjadi pengalaman yang menarik bagiku.
Saya terus menyusuri jalan raya yang dipadati oleh kendaraan. Karena telah lama berjalan kaki, saya mulai merasa kehausan. Rasa lelah dan letih juga saya rasakan di saat yang sama. Mata kaki saya yang sebelah kiri sudah mencapai batasnya. Namun saya masih juga belum mendapatkan pekerjaan. Untuk mengembalikan tenaga saya, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti sejenak dan istirahat di suatu tempat. Sebuah pohon menjadi pilihan saya untuk tempat beristirahat. Sambil menengadah ke langit dan meminum air, saya mencoba untuk bersantai. Saya berusaha untuk tetap bersabar dan percaya bahwa Tuhan pasti akan menolong saya.
Tidak Pernah Berkurangan
Saat saya beristirahat, saya baru menyadari bahwa untuk mencari pekerjaan tanpa membawa uang dan telephone merupakan hal yang sangat sulit. Saat itulah saya baru melihat segala tingkah laku saya yang dulu. Saya tidak pernah kekurangan dalam makanan. Bahkan makanan tersebut berlimpah ruah sehingga sering dibuang begitu saja tanpa memiliki penyesalan apa-apa. Pada saat itu saya hanya bisa menyesali perbuatan saya.
Suara kendaraan yang menyengat telinga membuat saya sadar bahwa lamunan dan penyesalan tersebut tidak dapat mengubah keadaan saat ini. Saya harus segera beranjak dari tempat tersebut dan mencari pekerjaan. Dengan tenaga yang telah terisi, saya berjalan menyusuri trotoar. Saya berkeliling dari gang ke gang dan berharap agar dapat mendapat pekerjaan. Saya sudah tidak tahu lagi di daerah mana saya berada. Saya hanya mendatangi setiap warung makan dan angkringan untuk melamar pekerjaan. Namun jawaban yang saya dapatkan semuanya sama yaitu kata tidak.
Berubah Haluan
Dengan jawaban yang tidak memuaskan akhirnya saya memutuskan untuk mengubah arah haluan saya. Saya berjalan berbalik arah dari tempat saya berada. Saya berjalan menuju Jalan Wonosari. Jalan yang panjang dan cuaca yang panas menjadi teman yang setia bagiku sepanjang hari ini. Jalan yang menanjak dan padatnya kendaraan menambah rasa lelah yang sudah saya tahan dari tadi.
Setelah berjalan cukup jauh, saya melihat sekelompok penyapu jalanan. Saat itu saya mulai berpikir untuk melamar pekerjaan di situ. Namun saya sempat membatalkan niat saya. Semua itu disebabkan karena rasa takut untuk ditolak. Tetapi dengan keberanian yang ada saya mulai menghampiri mereka dan langsung melamar pekerjaan tersebut. Awalnya memang tidak berjalan mulus. Saya berusaha memberi alasan yang dapat mereka terima. Akhirnya setelah cukup lama berbincang, sayapun diijinkan untuk bekerja.
Saya bekerja dari pukul satu siang. Cuaca panas tidak menghilangkan semangat saya untuk bekerja. Meskipun begitu rasa lelah dan lapar tetap saya rasakan. Namun saya tetap bersabar dan terus bekerja. Sepanjang Jalan Wonosari yang saya lalui dengan keringat yang terus saya lap akhirnya membuahkan hasil. Sayapun diijinkan untuk beristirahat dan di beri makan siang sebuah nasi kotak. Yang lebih senangnya lagi adalah saya diijinkan untuk pulang. Saat itupun saya merasa ragu tetapi mereka tetap menyuruh saya untuk pulang.
Akhirnya sayapun memutuskan untuk berjalan pulang ke komunitas. Tetapi setelah cukup lama bekerja, sayapun mencari tempat istirahat untuk makan siang. Dengan memakan nasi kotak, tenaga sayapun mulai pulih. Setelah itu saya memutuskan untuk pulang ke komunitas.
Tidak Jijik
Pengalaman yang barupun saya dapatkan pada hari kedua. Saya bekerja di sawah yang berada di belakang perpustakaan kota. Di sawah tersebut, saya bekerja untuk menanam padi. Ini merupakan pengalaman pertama saya menanam padi. Ini juga merupakan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di sawah. Namun saya tidak merasa jijik. Saya justru merasa senang karena ini merupakan pengalaman yang baru bagi saya. Tetapi saya juga merasa tidak enak hati dengan kakek yang saya bantu karena saat menanam padi saya tidak melakukannya dengan benar. Namun ia dengan sabar menghadapi dan mengajar saya. Saat menanam padi, saya merasa bahwa kegiatan tersebut tidaklah sulit hanya saja saya belum telaten.
Dengan waktu yang terus berjalan, akhirnya kamipun selesai menanam padi. Saya merasa bangga karena saya telah berhasil menanam padi. Padahal ini merupakan pengalaman pertama saya. Meskipun hasilnya tidak memuaskan hati saya, tetapi saya tetap merasa senang. Dengan tenaga yang masih tersisa, kami berjalan menuju sebuah warung makan yang berada di sebelah sawah. Saya ditraktir untuk makan siang disana. Dengan lahap saya menyantap sepiring nasi yang berada di hadapan saya. Setelah selesai makan, sayapun diperbolehkan untuk pulang. Tetapi sebelum saya beranjak dari warung makan tersebut, saya di beri air minum gratis. Saya merasa beruntung akan hal itu.
Pengalaman menanam padi ini menjadi pengalaman yang menarik dan unik bagi diriku. Saya tidak menyangka bahwa saya bisa menanam padi meskipun hasilnya tidak begitu bagus. Pengalaman menanam padi ini memberi saya pelajaran bahwa nasi yang setiap hari saya makan merupakan hasil dari kerja keras para petani.
Para petani tersebut membutuhkan pengorbanan agar padi dapat berhasil dipanen. Mereka harus menanam padi di bawah sinar matahari yang terik. Ditambah lagi dengan pinggang yang sakit karena terlalu lama membungkuk. Cuaca yang tidak menentu seperti cuaca hujan dan kemarau panjang yang dapat menggagalkan panen. Belum lagi gangguan dari burung pipit. Dari pengalaman tersebut saya juga berusaha untuk tidak membuang nasi. Sesuap nasi yang setiap hari saya makan merupakan hasil dari beberapa butir beras yang dijaga dengan baik oleh para petani.
Kesusahan Sama
Berbeda lagi dengan hari ketiga. Pada hari ketiga, saya juga mengalami kesusahan yang sama seperti hari pertama dan kedua. Kesusahan dalam mencari pekerjaan tidak menghentikan saya untuk terus berusaha. Tetapi sudah tidak tahu lagi berapa banyak waktu yang terbuang demi mencari satu pekerjaan saja. Saya berkeliling menyusuri jalan raya yang dipadati oleh kendaraan. Entah kenapa panas matahari pada hari ketiga ini terasa sangat membakar kulit.
Dengan pencarian yang tiada hentinya, akhirnya saya putuskan untuk mencari pekerjaan ke arah Gembira Loka Zoo. Banyak berbagai macam pekerjaan yang sudah saya lihat dan saya temukan. Namun tidak satupun dari pekerjaan tersebut yang menarik hati saya. Bahkan saya tidak melihat kesempatan untuk dapat diterima kerja meskipun saya melamar di situ. Saya terus berkeliling bahkan saya sampai berbalik arah dan menyusuri jalan yang sama.
Rasa lelah dan putus asa membuat saya mengubah arah haluan saya. Saya mencari pekerjaan di jalan ring road selatan. Jalan yang menurun memudahkan saya untuk terus melangkah lebih jauh. Saat menyusuri jalan raya, saya melihat sebuah gang dan gang tersebut berada disebelah toko kelontong. Sayapun mencoba untuk memasuki gang tersebut. Ternyata gang tersebut juga memiliki jalan yang menurun. Saat saya sampai diujung gang tersebut, ternyata disana ada kebun.
Di kebun tersebut terdapat sepasang suami istri yang sedang mencabut rumput. Sayapun mencoba untuk menghampiri mereka dan melamar pekerjaan. Tanpa basa basi lagi mereka langsung menerima saya. Saat itupun saya merasa senang. Saya mulai bekerja dan ikut mencabut rumput bersama dengan mereka. Dengan sabit saya mencoba untuk mencabut rumput. Dengan kemampuan saya yang tidak begitu lihai dalam menggunakan sabit membuat saya merasa berkecil hati. Niatnya ingin membantu tetapi justru menambah beban.
Belajar dari Sesama
Tetapi dengan kesabaran dan rasa pengertian, sepasang suami istri tersebut mengajari saya dengan baik. Hal itu membuat saya merasa senang. Sayapun berusaha untuk bekerja dengan baik dan cepat. Rasa gatal yang saya rasakan bahkan tidak saya hiraukan.
Setelah cukup lama mencabut rumput, akhirnya tiba saatnya untuk makan siang. Dengan lauk dan sayur seadanya, saya melahap makanan tersebut dengan rakusnya. Sambil berbincang tak terasa waktu telah menunjukkan pukul tiga sore. Sayapun diijinkan untuk pulang. Dengan tenaga yang baru diisi, saya berjalan pulang ke komunitas.
Makna Teologi Kerja
Praktek teologi kerja ini memberikan pengalaman yang baru bagi saya. Pengalaman yang tidak pernah terlintas dibenak maupun pikiran saya ini merupakan pengalaman yang menantang. Awalnya saya merasa ragu akan diri saya sendiri tetapi dengan doa dan usaha akhirnya saya dapat menyelesaikan praktek teologi kerja ini. Saya merasa senang dan bangga dengan diri saya sendiri.
Praktek teologi kerja ini memberikan pelajaran bagi saya yaitu dalam mencari uang maupun makan dalam hidup ini ternyata sangat susah. Saya harus bekerja dengan keras dan menanggung resiko pekerjaan tersebut. Rasa kesabaran, ketekunan dan rasa rela berkorban sangat dibutuhkan dalam bekerja. Ini semua berbanding terbalik dengan kehidupan saya dibiara. Di biara saya dapat memperoleh makanan meskipun saya tidak bekerja keras ataupun saya tidak bekerja. Pengalaman baru ini juga membuat saya lebih menghargai uang, makanan dan usaha orang lain. ***