Tue. Feb 18th, 2025

Merdeka bukan soal kosakata

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Kemerdekaan ini butuh perjuangan, cinta terhadap tanah air, kesetiaan dan pengorbanan. Para pendahulu kita telah memperjuangkan kemerdekaan terhadap tanah air tercinta ini. Mereka berjuang dengan secara totalitas, mereka telah menumpahkan darah merah dan Darah putih mereka, untuk menyirami tanah yang tercinta ini, agar tanah air ini tetap semangat, dan tangguh. Darah mereka telah menjadi metrai Negara kesatuan Republik Indonesia. RI lahir karena pertumpahan darah, perjuangan, dan dari kerelaan sosila dengan cinta akan tanah air. Bangsa kita lahir dengan cara mengumpulkan/bersatu, bukan menceraikan.

Karena itu Indonesia memasuki usia 76 tahun. Dia lahir dari kerelaan sosoial dan pengorbanan politik ternilai. Dia tumbuh dengan cara mengumpulkan, bukan menceraikan. Dia hadir dengan cara mengajak, bukan mengucaliak. Setiap komunitas, baik suku, agama, maupun bahasa, dan setiap warga adalah keeping sahih dari kisah keutuhan keindonesiaan kita. Para bapak pendiri (founding fathers) sudah menegaskan kenyataan sejarah ini. (kompas 16/8/2021. Hal 6)

76 tahun Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh. Kitalah yang merdeka itu yang menjadi inspirasi untuk memainkan kemerdekan dan menyalakan Indonesia. Kita bukti nyatakan bahawa dengan semangat, kerja keras, dan tekad yang tak pernah padam. Tidaka ada yang tidak bisa. Kita kibarkan Sang Saka merah Putih, dengan teriakan. Merdeka….merdeka…merdeka! Namun merdeka itu bukan soal kosakata, melainkan karena cinta terhadap NKRI.

Spirit dari Kemerdekan

Semangat kemerdekaan lahir karena penderitaan, rintihan , dan siksaan dari para penjajah. Kita bangkit dan berjuang untuk melawan semuanya itu, kita pantang menyerah dan terus bergerak untuk merdeka. Sehingga Sang Saka Merah Putih terus berkibar diatas langit yang biru. Kemerdekaan itu karena kita memiliki tekad yang kuat yang lahir dari keragaman, kebudayaan, suku, ras, dan agama yang menjadi satu. Kesatuan itu lahirlah RI yang makmur. Namun kemerdekan yang kita peroleh adalah bukan semata kekuatan manusia itu sendiri, melainkan dari Tuhan Yang Esa, karena Dia telah mendengar rintihan umat-Nya yang menderita. Aku melihat penderitaan umat-Ku, juga rintihan mereka terhadap para pecambuk mereka telah Ku dengar. Aku mengenal penderitaan mereka. Sebab itu aku turun untuk mereka dan dari tangan para penindasnya. Aku memberi mereka tanah air yang permai dan luas, tanah air yang makmur dan subur.(1 Ptr 1,13-14.16-17).

Kemerdekan di tengah pandemi

Hampir dua tahun lebih dunia masih di hantui oleh covid-19. Di Indonesia hampir setiap hari bertambah jumlah kasusnya, entah itu positif atau kematian akaibat dari covid-19. Disaat-saat hari special, terutama hari kemeredekan, kita pasti ingin merayakannya dengan penuh meriah. Segala macam perlombaan dan permainan pastinya diisi dengan meriah,  guna untuk mendukung memeriahkan HUT NKRI. Namun situasi saat ini di tengah pandemik semuanya akan terasa sunyi.

Segala macam perlombaan ataupun permanian, hampir tidak dilaksanakan karena protokol kesehatan. Kemerdekaan di tengah pandemik ini, justru memberi ruang untuk bangkit bersama, agar bisa memutus rantai penyebaran wabah ini. Kita bisa melihat kembali perjuangan para pendahulu kita. Dari roh semangat mereka, kita tak kenal lelah untuk melawan covid-19. Kita hanya membutuhkan kesabaran, kepekaan, saling membantu. Senjata utama kita adalah menaati protokol, serta siap menerima vaksin.

Kita sudah tahu, bahwa kemerdekaan telah kita miliki sejak 76 tahun yang lalu. Namun di tengah situasi sulit seperti ini, masih banyak orang yang belum arti merdeka dan menyalahgunakanya. Saudara-saudara, kamu dipanggil kepada kemerdakaan. Tapi janganlah kamu pergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup seturut hawa nafsumu, melainkan abdi-mengabdi dalam cinta kasih (Gal 5:13). *** Sdr.Hilarion (Novis 2)