Pagi, sebelum mentari menyengat, tanggal 17 April 2021, Komunitas Kualadua memulai rekoleksi. Rekoleksi dipimpin oleh Br. Stephanus, MTB. Tema rekoleksi “Syukur atas Rahmat Persaudaraan”. Komunitas yang tamannya penuh dihiasi puring ini memulai rekoleksi dengan penuh warna pula. Saudara yang menumpahkan tinta ini menamakan Komunitas ini “Komunitas Puring”. Komunitas seindah warna puring. Menyegarkan mata. Kesegaran itupun merasuk ke dalam hati. Pikiranpun ikut tenang.
Terlihat kupu-kupu membawa wadah mengitari kuncup-kuncup bunga yang mulai mekar. Terlihat burung-burung bersiul dan beterbangan kesana-kemari untuk memeriahkan pagi yang sepi. Terdengar suara gemercik air di sungai yang mengalun indah bak suara “orchestra Royal Concertgebouw” membuat para pendengarnya seakan terhipnotis setiap kali gemerciknya mengalun. Suasana rekoleksi Komunitas Puringpun semakin mengalun indah pula. Untaian kata-kata yang terucap bak sebuah mantra kesembuhan. Berulang namun terbalut dalam doa. Mungkin seseorang berbicara tak sadar katanya adalah harapan dan doa. Harapan dan doa itu dirajut oleh para malaikat menjadi sebuah wadah yang indah yang akan dipersembahkan di hadapan Tuhan yang mulia. Ada malaikat juga yang melantunkan doa dan harapan para saudara ini dengan nada-nada klasik. Dilantunkan di hadapan Tuhan yang maharahim dan berbelaskasih.
Haripun semakin menerikan diri dengan panasnya dan semakin memekatkan cahayanya. Waktunya untuk rehat sejenak. Memutar ulang kembali alunan kata yang sudah terungkap. Ada kesejukan dan kesegaran. Mata menengadah ke atas, namun hati berbicara beribu kata. Malaikat meniup seruling ketenangan untuk menutup berlahan-lahan mata nan indah. Tidur dan bermimpi.
Sore nan indah. Segar akan air hujan yang tertampung biur….biur….biur. Secangkir kopi menyegarkan tenggorokan, harumnya pun mengukir diri di tembok refter. Bunga-bunga indah di taman tengah memanggil-manggil para saudara ini untuk kembali memulai. Alunan Madah Bhakti kembali memenuhi ruangan semi surga. Di sini kembali untaian kata utusan Allah mengucapkan kata-kata yang telah disusun malaikat di kepalanya sewaktu hening dan tidur. Saudara ini harus mengungkapkannya sebagai bentuk pewartaan kabar gembira. Saudara pendengar dan penyimakpun tak luput didampingi para malaikat.
Suasana sorepun semakin masuk ke kedalaman jiwa. Untaian kata bertebaran di dalam ruangan mengitari pikiran dan hati para saudara ini bak not-not nada yang di akhir akan tersusun menjadi sebuah lagu klasik, yang tak dibisa dimainkan semua orang. Hanya para saudara ini yang dapat menyanyikan not-not yang tersusun ini. Indah itu sudah pasti karena para malaikat Allah bersama menyusun dan telah direstui oleh Allah yang mahabelaskasih.
Tak terasa kata penutup menembus hati dan telinga, tersangkut di hati berbuah menjadi refleksi doa. Bukan hanya kata-kata sendiri yang tersusun menjadi doa, tetapi ditambah kata saudara lain. Awalnya, kata ini belum tersusun, belum bersaudara sebagai karya Allah. Namun, para malaikat Allah tak pernah memejamkan mata dan menutup telinga sekalipun manusia ini tidur untuk menyusun untaian kata para saduara ini menjadi sebuah doa. Doa ini akan menjadi mantra kesembuhan bagi para saudara, diucapkan dan dingat berulang-ulang untuk menemukan diri dan orang lain sebagai sesama ciptaan Allah.