Sebuah pertanyaan yang terus muncul dalam diriku dan mungkin juga dalam diri Anda. Bagi orang yang sudah siap menyonsong masa depan, pasti dengan mudah menjawab pertanyaan itu. Aku mau jadi pilot, dokter, guru, religius dan lain sebagainya. Bagi orang yang belum siap, dengan ngap-ngap menjawab pertanyaan itu karena belum memastikan masa depan yang jelas [bayangkan masih buram gitulah]. Bisa juga karena belum siap, terpaksa dengan nada sepotan dan hati-hati menjawab, aku belum tahu mau jadi apa?
Hidup yang dinamis
Perjalanan hidup kita penuh dengan dinamikanya, bukan saja soal menjawab pertanyaan yang perlu diisi, tetapi juga soal perjuangan terus-menerus. Apa yang diperjuangkan? Tentu saja pilihan yang sudah ditentukan. Apa pilihannya? Masing-masing pribadi punya pilihan dan orientasi masa depan yang berbeda-beda. Masa depan yang dinamis. Teringat dengan kata bijak yang mengatakan when one door shuck, open another’s dalam satu rumah memiliki banyak pintu, bukan hanya satu pintu saja. Meskipun pintu lain tutup, yakinlah masih ada pintu yang terbuka. Mau mengatakan apa dalam kata bijak itu? Peluang itu bukan hanya satu, masih banyak peluang lain yang perlu diisi dan meraihnya.
Memang hidup itu dinamis. Ada banyak pilihan. Bukan hanya satu. Ingat yang memilih dan menentukan pilihan itu adalah diri sendiri bukan orang lain, bukan juga karena paksaan tetapi dengan niat yang bebas dan penuh komitmen. Sebab kalau dinyatakan secara paksa, maka apa pun cita-cita itu, pasti dengan rasa berat hati untuk melaksananya. Kalau dinyatakan dengan kehendak dari dalam diri, maka dijalankan penuh dengan happy, enjoy dan sukacita menjadi penuh.
Dari sekian banyak pilihan, hanya satu yang bisa diperjuang dan dipertahankan. Pilihan itu menjadi fokus utama, maka direncanakan dengan baik sehingga menghasilkan pilihan yang baik. Menyadari bahwa pilihan itu bukan saja usaha manusia semata-mata, Tuhanlah yang berkarya sehingga bisa menetukan pilihan menjadi lebih indah. Bisa melaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab. “Bukan kamu yang memilih, Akulah yang memilih” [Yoh 15:16]
Dipanggil dan dipilih secara khusus
Panggilan itu misteri. Yesus memanggil semua orang. Yesus tidak memanggil orang-orang yang suci hatinya saja, atau orang-orang baik dan bijaksana saja, tetapi Yesus memanggil orang-orang yang berdosa [bdk Luk 19:1-10, Luk 5:1-11]. Itulah sejarah panggilan yang sedang dijalani oleh murid-murid Yesus. Zakeus adalah seorang pribadi yang kaya, kekayaan diperoleh dari orang-orang yang mau membayar pajak. Justru anehnya bahwa Yesus memanggil Zakeus. Di mata orang Yahudi Zakeus adalah orang yang tidak baik [bdk. 9:7]. Itulah misteri perjalanan panggilan Tuhan.
Dalam sejarah panggilanku, aku adalah pribadi yang tidak luput dari dosa, kelemahan dan kekuranganku. Setiap langkah, bukanlah perjalanan yang indah saja untuk dilalui. Ada berbagai tantangan, cobaan dan hambatan yang membuat diriku jatuh, dan kadang sulit untuk bangun kembali, harus dibopong lewat orang-orang yang peduli, penuh perhatian untuk membantuku. Saya percaya mereka itu diutus oleh-Nya untuk berbagi nilai-nilai kehidupan, dengan sikap solider dan mau membantu setiap kesulitan yang kualami.
Karena Pilihan Jelas Masa Depan Menjadi Jelas
Konsekuensi dari pilihan mengikuti Dia adalah memanggul salib-Nya. Bentuk konkret memanggul salib yang bisa saya bagikan adalah pengalaman ekonomi keluarga yang tidak mampu. Misalkan pengalaman pribadi saya, orang tua saya sangat sulit untuk membiayai pendidikan saya untuk melanjutkan sekolah. Tetapi dengan jerih payah yang tiada henti, mereka tetap berjuang demi cita-cita saya. Dengan cara apa mereka berjuang? Kerja keras tanpa memperhitungkan waktu. Apa pun kesulitan pendidikan, orang tua tetap berjuang dengan keras dan mendorong untuk maju.
Setelah menempuh pendidikan, saya diberikan kesempatan untuk memilih dengan bebas. Saya memilih untuk menjadi seorang Bruder MTB. Dan pilihan itu kehendak bebas yang ‘lahir’ dari hati nurani sendiri. Yang ada pada waktu itu kalau saya menjadi bruder saya mau jadi apa ya?. Ternyata menjadi bruder begitu banyak tugasnya, dalam hal ini tugas perutusan mulai dari penggurus rumah tangga [RT], guru, dll-nya.
Susah dan bahagia itu terjadi dalam perjalanan. Meskipun tidak mudah, tetapi dengan nilai-nilai kebersamaan menjadi lebih indah. Menjadi Bruder MTB berarti menjadi pribadi yang siap diutus ke mana saja, sesuai dengan amanat konstitusi dalam kongregasi MTB. Dengan membangun suatu dialog dapat membantu dan mendorong tugas perutusan itu dengan baik. Urusan berhasil atau gagal, menjadi tuntutan perjuangan selanjutnya. Sebab saya yakin bahwa saya tidak berjuang sendirian, Tuhan selalu menyertai perjalanan panggilanku yang diwujudkan melalui kehadiran para saudara dalam kongregasi Bruder MTB.