BAGIAN PERTAMA
MEDITASI
A. Pengertian Hening, Doa dan Meditasi
1. Hening
Dalam bermeditasi, pertama–tama kita berusaha untuk menciptakan keheningan batin. Keheningan, kita ciptakan sebelum kita membaca Kitab Suci. Sekurang-kurangnya kita menciptakan hening lima menit sebelum membaca kita suci atau lebih, dan malah lebih baik. Semakin banyak waktu hening sebelum membaca Kitab Suci, maka makin baik pula memahami alur bacaan Kitab Suci. Itu hanya bisa dilakukan dalam keheningan. Maka penting menciptakan keheningan batin dalam membaca kitab suci. Yang perlu kita lakukan sebelum membaca Kitab Suci adalah berdoa. Berdoa dalam keheningan. Untuk memohon Roh Kudus untuk mencerahi hati, budi dan pikiran kita.
Kebenaran tertinggi adalah hanya terdapat dalam keheningan bukan dalam kata-kata yang terbatas.
On Silence
Menurut saya keheningan adalah menciptakan suasana batin yang damai dan membiarkan Allah berbicara dalam ruang batin kita. Kita mendengarkan Allah dalam suasana keheningan batin. Apa maksud Allah pada saat kita hening? Kalau kita bisa samapi ke sana, maka kita lebih pasti menemukan Allah dalam keheningan. Sebab keheningan dapat membantu kita menjalin relasi dengan Allah secara mendalam. Dalam hal ini kita perlu membawa diri kita, menyiapkan diri kita dalam ruang batin yang hening. Keheningan sesungguhnya ada di dalam diri kita (Laurence Freeman, 2009:10-11). Keheningan batin dan doa (Darminta, 1997:15-21). Maka kita perlu menciptakan hubungan ketiga hal, hening, doa dan kontemplasi. Apa saja yang perlu kita lakukan untuk menciptakan keheningan?
Untuk menciptakan keheningan batin yang sejati, lakukanlah: pertama, keheningan mata, dengan selalu mencari keindahan dan kebaikan Allah di mana-mana, dengan menutup mata terhadap kesalahan orang lain. Kedua, keheningan teliga dengan selalu mendengarkan suara Allah dan tangisan orang miskin dan kekurangan. Dengan menutup teliga terhadap semua kebisingan yang membuat kita merasa tidak mendengarkan suara Tuhan. Ketiga, keheningan lidah, dengan memuji Allah dan mewartakan sabda Allah yang memberi hidup dan merupakan kebenaran. “Akulah jalan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6) serta menginpirasi bagi perjalanan hidup kita. Keempat keheningan pikiran membuka pikiran dan pengetahuan tentang Sabda Allah dalam doa dan kontemplasi dengan tidak muda untuk curiga terhadap orang lain. Keheningan hati dengan mencintai Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita untuk mencintai satu sama lain dan menghindari rasa keegoisan, kebencian, keirihatian, kecemburuan dan ketamakan.
Menurut Katekismus, meditasi atau doa renung, merupakan salah satu jenis doa. Katekismus mengajarkan: KGK 2705 Doa renung, meditasi, pada dasarnya adalah satu pencarian. Roh mencari agar mengerti alasan dan cara kehidupan Kristen, agar dapat menyetujui dan menjawab apa yang dikehendaki Tuhan. Untuk itu, ia membutuhkan perhatian yang sangat sulit dipertahankan. Biasanya kita mencari bantuan pada sebuah buku. Tradisi Kristen memberi satu pilihan yang sangat luas: Kitab Suci, terutama Injil, ikon, teks-teks liturgis untuk hari bersangkutan, tulisan-tulisan dari bapa-bapa rohani, kepustakaan rohani, buku besar yakni ciptaan dan sejarah, terutama halaman yang dibuka pada “hari ini”.
KGK 2706 Merenungkan apa yang sudah kita baca, berarti kita bertemu dengannya dan menjadikannya milik kita. Dengan cara demikian buku kehidupan kita dibuka: inilah peralihan dari pikiran kepada kenyataan. Sesuai dengan kerendahan hati dan iman, kita menemukan dan menilai di dalam meditasi gerakan-gerakan hati. Kita harus melakukan kebenaran, supaya datang kepada terang. “Tuhan, apakah yang Engkau kehendaki? Apakah yang harus aku lakukan?“ KGK 2707 Metode-metode meditasi sangat beragam seperti halnya guru-guru rohani. Seorang Kristen harus bermeditasi secara teratur. Kalau tidak, ia akan menyerupai jalan atau tanah yang berbatu-batu atau yang penuh dengan duri-duri, sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan penabur. Tetapi satu metode hanyalah merupakan satu penuntun; yang terpenting ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus, jalan doa satu-satunya.
KGK 2708 Meditasi memakai pikiran, daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Usaha ini penting untuk memperdalam kebenaran iman, untuk menggerakkan pertobatan hati dan memperkuat kehendak guna mengikuti Kristus. Doa Kristen terutama berusaha untuk bermeditasi tentang “misteri Kristus”, sebagaimana terjadi waktu pembacaan Kitab Suci, “lectio divina”, dan pada doa rosario. Bentuk renungan doa ini mempunyai nilai yang besar; tetapi doa Kristen harus mengejar lebih lagi: perkenalan akan kasih Yesus Kristus dan persatuan dengan Dia.
Katekismus meringkas pengertian tentang doa, doa lisan, meditasi dan kontemplasi demikian: KGK 2720 Gereja mengundang umat beriman untuk berdoa secara teratur: dalam doa-doa harian, ibadat harian, Ekaristi mingguan, dan pada pesta-pesta dalam tahun Gereja. KGK 2721 Tradisi Kristen mengenal tiga cara utama ungkapan kehidupan doa: doa lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiganya menuntut ketenangan hati. KGK 2722 Doa lisan, yang berdasarkan kesatuan badan dan jiwa dalam kodrat manusia, menghubungkan badan dengan doa hati menurut contoh Yesus, yang berdoa kepada Bapa-Nya, dan yang mengajar murid-murid–Nya doa Bapa Kami. KGK 2723 Doa renung, meditasi adalah mencari dalam doa. Doa ini mencakup juga pikiran, daya khayal, gerak hati, dan kerinduan. Ia hendak menghubungkan pandangan penuh iman dari orang bermeditasi dengan kenyataan kehidupan kita.
KGK 2724 Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Ia memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan sabda Allah, dan mencintai tanpa banyak kata. Ia mempersatukan kita dengan doa Kristus, sejauh ia mengikutsertakan kita dalam misteri-Nya. Maka doa renung (meditasi) Kristiani merupakan salah satu bentuk doa, yang menggunakan pikiran, daya khayal, gerak rasa dan kerinduan tentang misteri Kristus, sebagaimana dapat kita baca dan renungkan dari Kitab Suci, maupun pada doa Rosario. Tujuan meditasi ini adalah agar kita dapat semakin merenungkan iman kita, agar kita semakin mengenal dan bersatu dengan Tuhan, dan mengenali apa yang menjadi kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat menjawab/ menanggapinya. Di masa ini ada pula kelompok orang-orang yang melakukan meditasi, namun yang menjadi subyek permenungan bukanlah iman Kristiani ataupun misteri Kristus. Meditasi yang semacam ini tidak dapat disebut sebagai doa, sebab menurut definisinya, doa merupakan suatu pandangan ke surga, ataupun permenungan akan iman kita, sehingga selalu melibatkan Tuhan sebagai fokus pandangan batin kita. Lumen Gentium 1 dan KGK 776 mengatakan, Gereja adalah sarana keselamatan bagi semua orang, “tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.”
2. Doa
Doa pertama-tama bukan hafalan. Doa yang dihafal, bukanlah doa yang mencerminkan ungkapan kedalaman isi hati kita. Hafal boleh saja, tetapi doa yang dihafal tidak selalu menyentuh hati. Doa yang baik adalah doa yang lahir dari kedalaman hati, sesuai dengan Susana batin, dan tergerak untuk mengungkapkannya. Doa adalah mengangkat hati kepada Allah, megnarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri Anak Allah, mengakui Allah sebagai Bapa. Doa adalah kata cinta seorang anak kepada Bapanya, maka doa dapat timbul dari kesusahan hati yang binggung, tetapi juga dari kegembiraan jiwa yang menuju ke masa depan yang bahagia. Doa tidak membutuhkan banyak kata (lih Mat 6:7), tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu, tidak menuntut sikap badan atau gerak-gerik yang khusus, meskipun dapat didukung olehnya (Iman Katolik, 1996:194) Doa adalah relasi personal kepada Allah. Karena itu, relasi itu harus lahir dari kedalaman hati.
a. Sumber-Sumber Doa
Sumber yang pertama mengacu pada Kitab Suci. Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukan manusia, melainkan Roh Allah sendiri. “Kita tidak tahu, bagaiamana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8:27). Paulus tidak hanya berkata bahwa Roh berdoa untuk kita, tetapi ia menambahkan “Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus (Rm 8:27). Rohlah yang berdoa sesuai dengan kehendak Allah, dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (ay.26) (Iman Katolik, 1996:194).
b. Aneka Bentuk Doa
Doa dapat kita lakukan dengan berbagai macam bentuk. Salah satu bentuk doa yang menjadi fokus kita adalah meditasi. Doa berbagai macam bentuknya, antara lain: meditasi serafik, Perayaan Ekaristi, Doa permohonan yang diungkapkan secara spotan (lisan) maupun tertulis.
3. Kontemplasi
Manusia selalu memiliki kerinduan untuk berjumpa dengan yang Ilahi. Manusia rasa memiliki keterbatasan dalam hidupnya. Maka manusia tidak bisa mengadalkan dirinya sendiri. Hasrat untuk berjumpa dengan Allah selalu menjadi angerah. Manusia selalu sadar akan kebaikan dan kasih Allah dalam hidupnya. Tanpa itu manusia ‘kering’ akan hidupnya, kehilangan akan makna terdalam dalam hidupnya.
Menurut Plato dalam Nico Syukur Diester (1989:19) Kerinduan itulah yang oleh Plato disebut “eros”. Tujuan eros yaitu kontemplasi (‘theoria, dalam bahasa Yunani, yang artinya ‘penglihatan’, ‘pengamatan’): dengan mata budi memandang idea (kenyataan yang sebenarnya, kebenaran yang kekal) di dunia ilahi. Eros dalam arti yang modern yaitu cinta asmara, oleh Plato dianggap sebagai cuma sekedar salah satu fase atau tahap dalam perjalanan manusia menuju kontemplasi.
B. Meditasi Yesus
Sebelum kita masuk sampai ke sana (Meditasi Yesus), kita perlu memahami secara keseluruhan tetang hening, doa dan meditasi. Meditasi sangat erat kaitan dengan doa. Dalam bermeditasi kita mau membangun relasi dengan Allah. Kita mencari Allah. Allah yang mengasihi manusia. Demikiian juga Yesus, Ia membangun relasi dengan Allah. Pada suatu kali Yesus berdoa di suatu tempat, demikian Lukas mencatat. Menurut Injil Lukas 22:42 disana dikatakan Kalau Yesus berdoa, sebenarnya Ia mengajari kita berdoa. Yesus mengajari kita bahwa doa tidak hanya mengatakan, Tuhan! Tuhan! Melainkan mempersiapkan hati melakukan kehendak Bapa. Doa pada malam sengsara jelas mengatakan, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engaku berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Agustinus, 2017:7)
Meditasi Yesus adalah sebuah doa batin yang sederhana yang merupakan pengembangan dari doa Yesus yang sudah sangat terkenal di Gereja Timur. Namun dibalik kesederhanaanya tersimpan kekayaan rohani yang sangat luas biasa yang membawa kita pada relasi yang mendalam pada-Nya (Agustinus, 2017: 11-12). Meditasi Yesus adalah sebuah doa bati sederhana yang dapat dipraktikan oleh semua Pengikut Kristus. Doa batin ini dapat dipraktikkan dengan mudah, kapan saja dan di mana saja serta kaya akan karunia rohani yang dapat memperkuat dan menumbuhkan iman kita (Agustinus, 2017: 14).
1. Langkah-Langkah Meditasi
Tahapan yang perlu disiapkan
Ada begitu banyak langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam bermeditasi. Langkah-langkah itu kita gunakan sesuai dengan keadaan atau situasi yang mendorong kita merasa aman dan nyaman. Adapun beberapa tahap yang dapat kita siapkan dan kita lakukan, sebagai berikut:
[1]. Tahap Awal
Tahap awal lebih pada persiapan awal yang dapat kita lakukan sebelum masuk pada tahap selanjutnya. Yang perlu kita siapkan dalam tahap awal adalah:
- Meluangkan waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri.
- Carilah tempat yang pantas dan cocok demi kenyamanan
- Siapkan bahan bacaan Kitab Suci yang Anda pilih
- Anda bisa melakukannya: di kursi, berlutut, bersila dilantai, atau tempat lain yang mendukung permenungan Anda.
[2]. Tahap Tengah
Tahap tengah lebih pada situasi meditasi itu berlangsung. Semua fenomena/gelaja yang terjadi pada saat meditasi. Yang perlukan kita lakukan adalah:
- Bilamana terjadi ngelantur (mengantuk) Anda perlu membangun kesadaran kembali. Tidak berlarut.
- Jika Anda tidak konsentrasi (pikiran melayang) yang perlu Anda lakukan adalah membiarkan pikiran itu masuk sejenak, kemudian secara perlahan-lahan kembali ke konteks pemenungan Anda.
- Jika Anda merasa gatal Anda tidak perlu menggaruk rasa gatal itu, dibiarkan saja. Dengan sendirinya pasti akan hilang.
Maka sangat penting menguasai seluruh bahan perenungan yang kita siapkan, dari awal hingga akhir. Menguasai bahan membantu kita proses permenungannya lebih lancar. Tidak tersendat-sendat. Meskipun itu terjadi, tetapi dalam jangka waktu yang singkat pasti akan hilang dengan sendirinya.
[3]. Tahap Akhir
Sebelum menutup rangkaian meditasi, kita perlu mengambil makna atau benang merah sebagai point penting yang perlu kita ingat. Point itu membantu kita untuk terus menerus disadarkan, dijiwai, digerakkan dan dihidup dalam semangat panggilan kita sebagai orang Kristiani, sebagai Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Pada tahap akhir meditasi, sebaiknya kita tutup dengan doa penutup sebagai ungkapan syukur kepada-Nya selama meditasi berlangsung. Ini penting untuk diperhatikan.
C. Metode Meditasi Menurut Santo Fransiskus Assisi
Dalam Syukur B. Paskalis (2001:6-11) metode meditasi ditawarkan secara jelas dan bermakna bagi kita. Menurut Sto. Fransiskus Assisi ada beberapa metode yang dapat membantu kita dalam mengikuti alur meditasi. Metode ini barangkali agak sulit bagi pemula, tetapi kita akan mengenal secara perlahan-lahan. Lama kelamaan kita akan mengenal secara lebih mendalam. Ada pun metode yang di maksud, antara lain:
- Mengulang doa pendek atau mantra
- Lectio divina
- Meditasi terpimpin
- Pemeriksaan kesadaran
- Catatan harian
- Tindakan
Lebih lanjut ditawarkan juga tentang penggunaan bahan meditasi untuk doa kelompok. Berikut ini merupakan saran-saran yang ditawarkan cara-cara meditasi dalam kelompok maupun dalam hidup berkomunitas.
- Baca temanya untuk kelompok.
- Uraian refleksi dapat digunakan sebagai suatu bacaan atau dapat dihapus tergantung kelompok.
- Pilih salah satu kegiatan refleksi bagi kelompok
- Kutipan Kitab Suci dapat disajikan sebagai ringkasan meditasi
- Jika menggunakan mazmur sebagai doa penutup, hendaknya didoakan secara bersama-sama anggota kelompok.
D. Meditasi Menurut Santo Fransiskus
Dalam teori tentang “doa yang biasa” dibedakan beberapa macam doa. Ada doa metodis atau meditasi dan doa istrahat. Doa yang diadakan menurut jalan, yang diadakan menurut jalan, acara atau rencana yang tertentu. Kemudian, masih ada macam doa yang disebut doa afektif. Sedangkan doa istrahat adalah doa dimana pikiran diganti oleh intuisi atau tatapan. Doa afektif seringkali perkembangan dari doa meditasi.
Dalam buku karangan Bonaventura juga menitikberat doa sebagai afektif (pengalaman mistik) saja. Fransiskus Assisi dikenal dengan soerang yang sangat radikal untuk menghayati injil Suci (Anggaran Dasar, 1). Penghayatan Injil dilakukan dengan cara hidup seperti Kristus sendiri. Tentu ini tidak terlepas dari peran doa. Karena itu, Santo Fransiskus Assisi juga dikenal dengan seorang pendoa. Pengalaman perjumpaannya dengan Tuhan menjadikan dia seorang yang mendapat stigmata (lima luka kritus tersalib).
E. Meditasi Menurut Santo-Santa
Kalau kita membaca tentang riwayat hidup para santo-santa, kita akan lebih banyak mengenal tentang kedalaman relasinya kepada Tuhan. Tidak ada hidup para santo-santa yang berjalan muluk-muluk, mereka hidup dalam ketaatan iman kepada Tuhan. Tuhan yang diimani itu menjadikan hidup mereka terus berjuang dalam menghayati iman. Iman akan Kristus yang tersalib itu menjadi andalan hidup mereka. Mengenal Kristus secara lebih mendalam. Santo Fransiskus Assisi menjadikah hidupnya radikal dalam menghayati injil karena mengenal Kristus. Kristus yang tersalib menjadikannya semakin melihat segala-galanya sebagai ciptaan yang istimewa.
Relasi mendalam dengan Tuhan menjadikan para santo-santa setia dalam mewujudkan iman dalam kehidupan sehari-hari. Iman tak bisa terbantahkan bagi mereka. Iman menjadi hidup mereka mengandalkan Tuhan. Tuhan segala-galanya. Saya mengutip riwayat perjuangan iman salah seorang santo berikut ini:
Menurut Jacob SJ [2004:55-57] menjelaskan secara detail tentang perbedaan meditasi dan kontemplasi. Dikatakan bahwa perjumpaan dengan Kristus terjadi dengan dua cara, secara lahiriah melalui Kitab Suci atau sarana lain seperti sakramen, dan sarana batiniah oleh Roh Kudus.
Meditasi | Kontemplasi |
Daya pikir dan refleksi kita sendiri lebih aktif | Kita memandang, mendengar, dan membuka diri untuk dorongan Roh |
Mendekati dan mendalami misteri Kristus seolah-olah dari luar | Kita memandang dengan hati dan budi, dengan seluruh kepribadiaan, tetapi digerakkan oleh Roh |
Dalam meditasi orang menggerakkan diri sendiri | Bersifat dialogal, tetapi dengan tekanan pada mendengarkan |
Dalam meditasi, manusia sendiri mendekati Allah, melalui Yesus | Ia digerakkan
Allah mendekati manusia, dalam diri Yesus Kristus, dalam Roh-Nya |
Kontemplasi berarti “memandang” dan apa yang dipandang tidak berasal dari pengalaman kita, juga tidak dari khayalan kita, tetapi dari daya tarik Kristus sendiri. | |
Konteplasi lebih pasif, menunggu kedatangan Tuhan. |
Bacaan Inspirasi
1. Ibu Teresa. In the Heart of the Word. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hal 17-19
2. Nico Syukur Diester, OFM. 1989. Psikologi Agama. Kanisius. Yogyakarta, hal 19
3. Paskalis B. Syukur OFM (2001). Meditasi Bersama Santo Fransiskus Assisi. Sekafi. Jakarta, hal 6-11
4. Alex Lanur OFM. Tempat doa dalam Spiritualitas Fransiskan, hal 9-12. Sebagai bahan seminar Doa. Salatiga. 1979
5. Konfrensi Wali Gereja Indonesia. (1993). Kitab Hukum Kanonik. Obor. Jakarta.
5. Tom Jacobs [2004]. Teologi Doa. Kanisius. Yogyakarta, Hal 55-57