Mon. Oct 7th, 2024

Paus Fransiskus dalam ensiklik terbaru “FRATELLI TUTTI” memberi pesan positif dalam mengembangkan hidup persaudaraan. Titik tolak dan spirit dasar Fratelli Tutti ialah persaudaraan universal. Segenap makhluk adalah saudara dan saudari, memiliki perasaan yang sama. Paus Fransiskus terus mewartakan cahaya harapan di tengah pandemic Covid-19 yang mendera umat manusia. Ia mengajak setiap insan kembali melihat arti sesama sebagai saudara dalam hidup (HIDUP, edisi 1 Nov’2020). Bagi kita yang mengambil dan memutuskan cara hidup selibat (religius bruder) tempat yang cocok dan membantu dalam mengembangkan “Fratelli Tutti” adalah Komunitas/konven. Komunitas diharapkan menjadi sekolah cinta kasih.

1.IDENTITAS DIRI

Kembali ke identitas religius berarti kembali ke PERTANYAAN MENDASAR TENTANG  IDENTITAS DIRIKU/SIAPAKAH AKU DAN SIAPAKAH YESUS BAGIKU? Aku, baik sebagai pribadi (persona) maupun religius bruder MTB.  Hal prinsip yang perlu dingat sebagai religius adalah “bahwa panggilan religius adalah anugerah iman, karena kita boleh mengalami  pemberian cinta Kristus yang sempurna, maka kita pun perlu mengembalikan pemberian cinta itu kepadaNya melalui sesama dan alam ciptaan dengan cara menghayati panggilan religius dengan sungguh-sungguh/totalitas/all out bahkan sampai pada lepas bebas“. Ini menyangkut motivasi dasar panggilan, di mana Tuhan sendiri akan memurnikannya  asal kita berani BERTEKUN dalam dan SETIA menghayati iman dan panggilan dengan lebih jernih. Menjadikan  Yesus Kristus sebagai pusat hidup kita.

Untuk bisa kembali ke identitas religius berarti memerlukan PERTOBATAN, pertobatan kepada akar hidup kita dengan selalu mempertanyakan diri siapakah aku, siapakah Yesus bagiku? Siapakah Yesus bagiku hanya bisa dijawab ketika kita hening, itu berarti dalam hal doa, para bruder mesti memberi prioritas dan kualitas sedemikian rupa sehigga hidup bereligius semakin ber-aura. Ciri khas secara batiniah maupun lahiriah sangat perlu sehingga dalam praksis hidup sehari-hari tidak sembrono bahkan semau gue.

Masalah identitas religius memang menjadi masalah semua tarekat saat ini, karena di ‘luar sana’ begitu banyak tawaran dan pengaruh lain yang bisa mengaburkan kesaksian hidup religius, seperti:

  • Perkembangan alat komunikasi dan teknologi (gadget, internet)
  • Sebagai minoritas yang berusaha memperjuangkan inklusifitas di tengah pengaruh mayoritas
  • Issue Politik Identitas
  • Relativisme, sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme
  • Tantangan karya sangat kompleks (terjebak dengan prinsip K-U-W) identitas menjadi kabur

Pada dasarnya, tarekat baik yang apostolis aktif maupun yang komtemplatif aktif godaannya bisa sama, salah satunya adalah soal pekerjaan (aktifisme-workaholic), di pertapaan Gedono pun yang hidup doanya sehari 7 x, tetap ada godaan pada soal pekerjaan, karena dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang singkat (mepet) di sela-sela  ritme doa di sana. Maka, yang penting sebenarnya bagaimana ‘aku kembali berelasi dengan Yesus”.

Dokumen Konsili Vatikan II juga mengajak lembaga hidup bakti untuk kembali kepada identitas pendiri, ke tujuan awal didirikannya tarekat. Kembali kepada Yesus melalui pendiri. Di dunia nyata (lapangan), kadang terjadi persaingan antar tarekat dalam hal karya. Mestinya hal ini tidak terjadi manakala semua sadar bahwa yang terpenting adalah “KAMI MAU MENGIKUTI YESUS UNTUK MELAYANI GEREJANYA”.

Sebagai religius kita perlu sikap kritis dalam menjalani hidup panggilan ini, jangan sampai kita hanya mengikuti ‘bayangan’ saja misalnya menjadi bruder hanya untuk mencari popularitas atau status sosial.  Yang seharusnya adalah mengikuti ‘panggilan Yesus’ yakni mencari Yesus dan mengalami cintaNya serta membalasnya, muncul istilah demikian “do ut des”. Prinsip ini kiranya tidak berlaku untuk kaum Religius (Bruder MTB). Maka kita bisa bertanya, sebenarnya dengan menjadi bruder, kita ini mengikuti BAYANGAN kita sendiri atau mengikuti YESUS? Sebagai religius mestinya mempunyai pengalaman dikasihi, ditebus, diselamatkan oleh Yesus, bukan ditataran intelektual/pikiran belaka, melainkan ditataran hati dan pengalaman iman. Kriteria bagaimana saya  hidup, segala-galanya apakah sudah meniru Kristus?  Religius tidak menjadikan dirinya pusat dunia yang memuaskan egoisme, tetapi membiarkan Kristus menggunakan seluruh diri dan potensinya, sesuai kehendakNYA.

Menyadari akan identitas diri sebagai bruder dengan segala eksistensi dan tantangan dalam praksis hidup dulu sekarang dan yang akan datang, perlu meracik bahkan meng-asah serta menangkalnya dengan beberapa hal berikut:

  • Seimbang antara hidup Doa (meditasi, Kontemplasi, examen) sebagai dasar pertama dan utama, Hidup bersama, Hidup kaul dan Karya
  • Tradisi dan keutamaan para pendiri, pelindung dan bruder pioneer
  • Fokus
  • Konsisten dengan Komitmen
  • Kerja sama
  • Mendengarkan
  • Literacy of habbit

Inilah kekuatan terbesar jika ingin menjadi dan mempertahankan identias sebagai religius bruder (MTB).

2. KOMUNITAS SEBAGAI SEKOLAH CINTA KASIH (Teologi Communio)

Komunitas adalah sekolah cinta kasih untuk anggota-anggotanya. Kehadiran, kesaksian komunitas merupakan tempat belajar untuk saling mencintai. Komunitas religius juga bermakna eskatologis, yang memberi gambaran suasana akhir jaman yang penuh kasih, damai yang sejati. Lantas bagaimana jika di komunitas, sebagaimana biasanya, selalu ada orang-orang yang dianggap sulit bagi komunitasnya?

Anggota komunitas perlu berefleksi dari sudut yang lain, yakni justru jika ada saudara sekomunitas yang dianggap ‘sulit’, hal itu menjadi rahmat bagi anggota komunitas lain karena mereka bisa sama-sama belajar rendah hati, sabar, mencintai dengan lebih sungguh, memaafkan  dan mendoakannya. Sesungguhnya ada dua (2)  ukuran cinta kasih  dalam komunitas yakni  “saya tidak bahagia kalau masih ada saudaraku yang tidak bahagia” dan “saya rela menderita karena orang lainpun masih menderita”. Kita perlu ingat, bahwa Yesus menderita karena Ia tahu bahwa kendati  kita adalah tawanan dosa dan penderitaan namun IA sudi membebaskan dan memasukkan kita kedalam kemuliaan abadi yang membahagiakan.

Identitas religius dalam komunitas adalah soal relasi, antara aku dan kamu, saling membutuhkan, mendialogkan, membantu dan semua itu tidak ada dengan sendirinya namun perlu ditumbuhkan serta dihayati.  Itulah tanda cinta kasih Allah diwujudnyatakan dalam komunitas. Cinta kasih Allah bukanlah selera manusiawi, instingtif, suka atau tidak suka, namun hukum yang mesti direalisasikan dalam kehidupan bersama di komunitas.

Dari sana masing-masing pribadi akan tumbuh kesadaran bahwa bruder lain menerima saya, mencintai saya. Namun jangan sampai kondisi dan  kesempatan untuk bertumbuh ini justru mengkerdilkan kita dengan cara minta dimaklumi apapun perbuatan dan kesalahan kita yang bisa menjadi batu sandungan bagi sesama saudara se komunitas.

Disatu sisi ada pengampunan  dari komunitas namun di sisi lain juga harus ada perubahan dalam diri sendiri, oleh karena itu kepekaan sosial dalam  hidup berkomunitas sangatlah penting. Dengan cara itu persaudaraan kasih dan damai menjadi lebih real dihidupi.

Komunitas Formatio (novisiat) adalah dasar bahkan pertama dan utama dalam membangun, mengembangkan, menginternalisasikan nilai-nilai Cinta kasih (bdk. Kis. 4:32-37). Komunitas Formatio sebagai penggerak awal dalam menemukan identitas diri sebagai religius bruder. Komunitas formatio (novisiat) adalah tempat persemaian benih-benih kasih, persaudaraan dan pertobatan. Komunitas Formatio sebagai tempat pengembangan potensi ideal serta mempersiapkan diri dalam karya nyata. Bersedia untuk berhadapan antara potensi ideal dan realitas yang ada di komunitas dan tempat karya. Mengkonfrontasikan antara potensi ideal dan dunia nyata.

  1. PENGHAYATAN DALAM HIDUP SEHARI-HARI
NO IDENTITAS RELIGIUS BRUDER (MTB) PRAKSIS HIDUP SEHARI-HARI
1 BERPUSAT PADA PRIBADI YESUS SENDIRI 1.   Setia merayakan Ekaristi setiap hari, dan membuat kesepakatan untuk saling membangunkan pada pagi hari supaya seluruh anggota bisa merayakannya.

2.   Menciptakan suasana hening di komunitas pada pagi sebelum ekaristi dan sore hari, dan menggunakannya untuk exaamen, meditasi, kontemplasi pribadi secara konsisten.

3.   Mengunjungi  Sakramen Maha Kudus setelah selesai makan siang/malam.

4.   Selalu melibatkan Yesus dalam setiap kegiatan dengan cara tekun/disiplin melakukan doa Kontemplasi dalam Aksi, untuk menemukan Tuhan dalam segala hal.

5.   Siap sedia sepenuh hati diutus oleh Tuhan (melalui PU) dan taat untuk mengembangkan karya perutusan yang dipercayakan, juga taat dan proaktif kepada pimpinan unit karya setempat.

6.   Memberi perhatian, kasih, bersikap ramah kepada sesama (karyawan  komunitas, unit karya, mitra kerja dsb) terlebih kepada mereka yang kurang terperhatikan.

7.   Sebagai bentuk sikap hormat kepada Tuhan dan sesama serta demi menjaga sakralitas tempat suci, jika ke gereja atau ke kapel menggunakan pakaian yang pantas.

8. Mengadakan evaluasi dan discernment bersama komunitas pada saat pertemuan rutin bulanan, untuk melihat perkembangan hidup rohani, hidup bersama dan hidup perutusan sesuai Pedoman Komunitas (Corectio Fraterna)

 

2 MEMBUTUHKAN  PERTOBATAN 1. Ugahari dalam hal:

@ Makan: makan dengan suka cita dan syukur apa yang tersedia di komuntias

@ Tidur : menggunakan jam istirahat dengan bijak dan bisa bangun lebih awal.

@ Olahraga: Bagian dari cara untuk mengolah kebutuhan afeksi.

2. Pengakuan dosa rutin, minimal menjelang natal, paskah dan saat retret tahunan.

3. Persentase kehadiran di kapel (saat hening, doa bersama, lectio, adorasi, the sacrament of Visit)

4. Berani minta maaf kepada anggota komunitas jika tidak mengikuti doa bersama atau tidak mengikuti Ekaristi harian karena halangan tertentu.

5.Senantiasa menyadari diri sebagai seorang religius bruder dimanapun berada sehingga bisa menjaga nama baik diri, komunitas dan kongregasi.

6.   Tertib dalam hidup doa, taat pada kesepakatan komunitas.

7.   Jujur dan terbuka serta menjaga kepercayaan.

8.   Melakukan evaluasi dan discernment bersama baik di komunitas, unit karya sehingga wujud pertobatan menjadi lebih konkret.

3 KOMUNITAS SEBAGAI

SEKOLAH CINTA KASIH

1. Menyapa, memberi salam, dan ramah kepada semua anggota komuntias (bagaimana kabarmu pagi ini, apakah semalam bisa tidur).

2. Krasan/betah tinggal di komunitas,setia dengan acara harian yang disepakati dan tidak mencari kesibukan di luar komunitas yang tidak bermanfaat.

3.   Tekun, ulet, setia pada tugas/komitmen bersama.

4.   Terbuka terhadap corectio fraterna pada saat rekoleksi dan pertemuan komunitas serta menindaklanjutinya.

5.   Rendah hati, bersedia menerima, teguran, kritikan, nasehat, masukan serta pujian dari sesama saudara sekomunitas.

6.   Jika ada persoalan, mengedepankan dialog, menahan diri buah dari dircernment pribadi, tidak mendiamkan   bruder lain sebagai reaksi agresif pasif.

7.   Rekreasi yg menghidupkan dan menyaudara

8.   Mendengarkan secara responsif, dengan bahasa tubuh yang membuat teman bicara tidak merasa ‘terusir”.

9.      Mengunjungi tempat kerja bruder-bruder di unit tertentu dan menyapa serta memberi apresiasi (yang telah dibagikan).

10.  Memberi perhatian khusus kepada bruder yang sedang sakit dan menyapanya.

11.  Mengajak dialog pada bruder tertentu (yang tampak sedang mengalami problem) agar tidak menyimpan problem lebih lama dan cepat tersembuhkan/ lega dan bahagia sebagai saudara.

12.  Saling minta maaf dan memaafkan jika terjadi kesalahan, dialog empat mata untuk rekonsiliasi.

13.  Ramah kepada semua dalam setiap kesempatan (makan, rekreasi, dll.)

14.  Peka terhadap situasi, kondisi sesama bruder, positive thinking, menghindari apriori.

15.   Berelasi dan  berkomunikasi secara sehat dan terbuka terhadap sesama anggota komunitas.

16.   Sense of belonging (ini komunitasku, rumahku, kamarku, ruang doaku, dsb)

4 TRADISI FRANSISKAN 1.    DOA

–          Meditasi

–          Kontemplasi

–          Lectio devina

2.     PERSAUDARAAN (FRATELLI TUTTI)

–          Kidung saudara matahari (Gita sang surya)

–          Semua alam ciptaan dianggap saudarai/i

–          Saudara maut

–          TRANSITUS

–          Saudara api (peristiwa stigma)

3.    KESEDERHANAAN/KEMISKINAN

–          Seluruh dunia ini adalah rumahnya (lepas bebas)

–          Tidak ada jaminan apapun

4.    SUKACITA

–          Semangat

–          Suka menyanyi

–          Ranting pohon sbg Biola

–          Sukacita sejati (Siap ditolak, disakiti, tdk diakui)

5.    LAUDATO SI (CINTA LINGKUNGAN DAN ALAM SEMESTA)

–          Pecinta lingkungan, hewan

–          Komunikasi Iman dengan alam ciptaan (Srigala/Gobiyo)

–          Peace Love

 

5 TELADAN  PENDIRI/PELINDUNG A.  MGR. J. VAN HOOYDONK

–          Kesederhanaan

–          Kredibelitas (kepercayaan)

B.  BRUDER PIONER

–          Semangat Berkarya/melayani

–          Sikap kesederhanaan

–          Menerima tugas apa adanya, Karya sederhana

–          Gembira dalam bekerja

 

C.  BUNDA MARIA

–          Kesederhanaan

–          Kerendahan hati

–          Kesetiaan

–          Sikap Penyerahan diri (Fiat Foluntas Tua)

 

Pertanyaan Refleksi:

  1. Sebagai Religius bruder MTB (formation) seberapa dalam saya mengenal dan mencintai kongregasi? Apa yang membuatku jatuh cinta dengan MTB?
  2. Hal hal apa saja yang membuat saya tidak nyaman di komunitasku?
  3. Hal hal apa yang membuat komunitasku menjadi krasan?
  4. Bagaimana saya menghayati ungkapan sbb: Jika ada anggota komunitas dianggap “orang sulit” hal ini justru menjadi rahmat bagiku?
  5. Bagaimana saya menjaga nama baik komunitasku di tengah masyarakat/umat?
  6. Memasuki masa Adven 2020. Langkah-langkah konkret apa yang hendak dibuat sehingga terwujudnya Komunitas Sebagai Sekolah Cinta Kasih?
  7. Buatlah sebuah ungkapan (gambar, puisi, doa, lagu, dll) sebagai perwujudan rekoleksi November 2020. Hasil ungkapan tersebut bisa dijadikan MADING Komunitas!

Sumber:

Kitab Suci. Majalah Hidup, edisi November 2020. Hasil Diskusi dan Refleksi Bersama, Bruder CSA Indonesia, Desember 2017   *****Selamat Berekoleksi****

                                                                      (Rekoleksi Novis MTB, November 2020) Br. Libert Jehadit CSA