Kamis, 31 Desember 2020 merupakan hari terakhir saya menikmati sensasi tahun 2020 yang sudah disematkan dengan tahun pandemic covid 19. Tepatnya pukul 16.00 Wib, kami mempersiapkan api unggun sebagai tanda ucapan syukur kepada Sang Pencipta alam semesta atas berkahNya berlimpah selama satu tahun ini. Rupa-rupanya alam tidak bersahabat. Derasnya hujan disenja itu membuat kami saling senyum karena apa yang direncanakan oleh hasratnya manusia, ternyata alam tetap bertahan dengan kodrat musimnya untuk menurun air hujan berkat bagi kami.
Pada pukul 23.30 Wib, kami di komunitas Novisiat membuat ibadat singkat semi kontemplatif yang dipandu oleh salah satu novis MTB. Saya tidak lagi mendengar renungan dia tetapi saya fokus dengan sebuah salib yang di kelilingi oleh cahaya temaram dari dua buah lilin yang menyapiti salib tersebut. Saya menangis mengingat pengalaman saya bersama komunitas Novisiat di bulan agustus 2020 untuk membagi sembako bagi orang tua beasiswa yang tidak mampu dan juga berbagi rasa dengan warga RT baik berupa alat kesehatan maupun perkara urusan makan. Entah kenapa cobaan itu datang ketika saya semangat membantu orang lain, akhirnya juga saya ikut menikmati penderitaan bersama mereka yang menderita saat terpapar covid 19.
Saya mengambil inisiatit isolasi mandiri di Rumah Sakit Panti Rapih selama 6 hari setelah hasil rapid tets tertera reaktif. Para saudara novis ketakutan. Bruder Ferdy dnegan gesitnya mengambil alih tugas saya di rumah formasi. Dia juga dengan penuh hati yang tulu melayani saya dan 1 novis selama di RS. Secara psikis sangat mengganggu bagi saya. wacana keberagaman atas pemahamaan soal covid 19 sebagai kaum awam dalam medis, ternyata banyak juga pesan via WA yang sangat mengganggu kenyamanan diri saat berbaring di rumah sakit baik dari lingkungan gereja, RT dan teman kuliah. Saya merasa ada kegetiran hati saat itu. Terminal kematian di RS menjadi saksi bisu dalam kesendirian.
Selama renungan dipenghujung tahun 2020 saya ingat itu semua sebagai dinamika imanku kepada Dia yang aku sembah dan puji. Sembari mendengar musik dan bertanya “Tuhan dimanakah Engkau”? Dimanakan Engkau berada saat ini? Banyak yang minta pertolongan untuk disembuhkan. Mengapa Engkau Diam melihat ratusan manusia mati sia-sia di tahun ini?” Aku tersentak kaget, ternyata doa yang bernada protes ini justru kembali kepadaku sebagai manusia rapuh yang tidak pernah bersyukur atas kesetiaan Tuhan dalam hidupku ini.
Penderitaan Yesus di Salib Jauh lebih berat dari apa yang saya alami. Pengalaman tahun 2020 sebagai ruang belajar untuk menerima kerapuhan diri melalui penderitaan fisik yang melemahkan segala daya hidup. Belajar mengetuk jiwa yang terbelenggu oleh karena menikmati kenikmattan semata. Belajar untuk membongkar kenyamanan hidup yang dicandu oleh keegoisan diri. Belajar untuk berbagi dengan yang berkurangan. Dan rupanya hidup ini jauh lebih berharga ketika semuanya itu kembali kepada empunya milik hidup ini. Dan saya sangat bersyukur dalam suasana mencekamya situasi tahun 2020, saya digiring untuk hening diri. Hati berjiwa luas untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Saya merasa sangat terbantu dengan renungan dan berbagai pesan WA dari siapa saja selama bencana yang mencekam dalam diri ku saat itu Saya mendapat hadiah dari Allah dan puji Tuhan justru bisa fokus dalam menulis tesis dengan baik sehingga beban studiku terbebas dan ringan sehingga bisa mengerjakan tugas yang lain dengan penuh bahagia.
Lalu apa harapanku di tahun 2021? Tetap misteri dengan situasi pandemi covid 19 ini. Saya tidak tahu sampai kapan berakhir. Saya merasa ketika imanku kuat berpasrah padaNya, maka imun juga kuat ketika ikut menjalani ritual dari prokes (protokol kesehatan) dengan 3 M (Mencuci tangan, Memakai Masker, dan Menjaga jarak) terkait upaya pencegahan penyebaran covid-19 ini. Ritual ini merupakan standar dasar untuk meminimalis tertular covid-19 ini.
Akhirnya harapanku bahwa Allah tidak tidur (Gusti Ora Sare) . Dia mendengar segala keluhan dan kegelisahan saya tiap hari. Kehidupan ini cuma numpang nyombe ( baca: hidup ini cuma sementara). Untuk itu tetap beriman agak imun kuat dan amanlah hidup kita. Jika kita mengamin akan kuasa Allah, bertapa bahagia dan tentram bersamaNya. Saya percaya dari kegelisahan mencari Allah dimanakah Engkau berada? Allah yang tersalib itu hadir di tengah dunia dan sedang mendengar keluhan dari kita yang menderita. Untuk itu jangan kendor dan bosan berdoa untuk penyembuhan ini. Dan tidak surut untuk lomba kebaikan bagi sesame yang kita layani. Sebab bagi Tuhan segala sesuatu indah pada waktuNya. Masihkan saya bertanya dimanakan Engkau Tuhan? (Novisiat, 31 Desember 2020- pukul 24.30).